Menurut kisah Hb Syeh bin Ahmad Asegaf, seorang penasehat Rabithoh Alawiyin Bangil mengatakan; sejarah kedatangan para habaib dan masyaih ke kota Bangil sekitar abad 17 s/d 18 M. secara bersamaan dan bergelombang.
mereka terdiri dari berbagai kabila yang langsung datang dari negeri yaman Hadramaut, singgah di palembang kemudian menuju ke kota Bangil.
Sehingga di Bangil banyak terdapat beberapa kabila para sadah Alawiyin dan Masyaih dari arab yaman seperti: Maula dawilah, Asegaf, Al Musyawa, Al Atas, Al Hadad, Al Aydrus, Syeh Abubakar, Al Habsyi, Bin Agiel, Bin Syahab, Baa Agiel, Ba' Bood, Baraqbah, Ba faqih, Baharun, Bil faqih, Al Hinduan, Al Kaf, Al Jufri dan lainya, sedang kabila Masyaih seperti; Atuwi, Bin Nabhan, Bin Thalib, Basyaib, Bajubeir, Ba Abdullah, Baswedan, Ghanim, Al Katiri, Al Amudi, Al Khatib, Bauzir, Baiti, Basalama, okbah dan lainya, kemudian dalam satu rombongan kapal tersebut membawa pribumi dari palembang yang di sebut " NCEK" atau "CIK"
Sedangkan kabilah Al Maghrabi datang ke kota Bangil lebih dahulu secara perorangan demikian pula kabila Basyaiban yang berasal dari Adhamatkhon India, itulah sebabnya mereka datang dari India ke Indonesia tanpa menunjukkan kabilahnya atau lagof.
Mereka semua sebagai pembuka jalan dakwa Islam Ahlu Sunnah Wal Jamaah melalui kota Bangil, yang kemudian berkembang ke seluruh jawa Timur yang di sebut dengan desa atau kota BANGILAN, dan di seluruh tempat makam wali songo pasti di kelilingi oleh para kabila dari Arab Yaman Hadramaut, sebagai bukti bahwa Mereka serumpun memiliki hubungan dari Bangsa Arab dan darah nasab dari Imam Husien RA.
Hal itu membuktikan bahwa mulai dari Sunan Ampel hingga ke sunan gunung jati Cirebon, merupakan satu nasab silsilah dari imam Husien bin Ali krw suami Syaidah Fatimah binti Rasulullah Saw.
KENAPA KABILAH ARAB YAMAN HARUS DI SEBUTKAN NAMANYA, BAHKAN DI BERI GELAR.
Mereka datang ke indonesia itu secara rombongan bersama sama dalam satu kapal beberapa tahap, kemudian di antara nama mereka banyak terdapat persamaan pula, seperti nama Abdullah, Muhammad, Ahmad, Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Hasan Husien itu lebih dari 20 orang dalam satu kabila, sehingga harus di sertakan nama ayah dan kabilahnya,
bahkan karena terlalu banyak persamaan nama, sehingga di tambah dengan nama gelar untuk mempermudah mencari identitas nama orang tersebut.
Seperti halnya di kota Bangil, nama Umar dari satu kabila Al Hadad labih dari 20 orang, belum nama Umar dari kabila lainya, maka bilamana mencari nama Umar tersebut harus di sertai nama ayahnya dan kabilahnya, bahkan untuk mempermudah mencari nama Umar tersebut, sebut saja gelarnya, misalnya Umar Surgo, Umar Barter, Umar Bengek pasti mudah di kenal oleh masarakat Bangil atau contoh lainya, seperti nama Abdullah buanyak sekali, tetapi di antara nama Abdullah, maka "Dola burik" yang paling Mashur di kenal di kota Bangil.
Demikianlah seharusnya, nama ayah dan kabilah serta sebutan gelar bukan untuk berbangga banggaan, melainkan untuk mempermudah mencari nama seseorang di kota Bangil.
Artikel ini bersumber dari tulisan facebook Fanlie, tanpa mengubah sedikitpun dari tulisan tersebut. Penulis ini memiliki nama asli Abdul Basyir, yang biasa menjadi pembawa acara kegiatan ke agamaan di Kota Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.
Post a Comment